Jumat, 13 Agustus 2021

Menulis Buku Mayor dalam Seminggu

 

Pertemuan ke-14, Gelombang 19

Tema               : Menulis Buku Mayor dalam Seminggu

Narasumber     : Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA., Mphil., MA

Moderator        : Mr. Bams


Menulis buku mayor dalam seminggu. Apa mungkin?

Pembaca yang baik, kali ini pelatihan menulis bersama om Jay akan dipandu oleh Mr. Bams dan narasumber yaitu Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA., Mphil., MA. Silahkan lihat CV bapak yang satu ini.di Richardus Eko Indrajit - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Narasumber keren kali ini memiliki gelar akademis sebanyak 1 gelar S1, 5 gelar S2 dan memasuki gelar S3 yang ke-4. Wah..keren beneran kan?

Oke pembaca yang baik hatinya, berikut ini "bincang-bincang" sekaligus tanya jawab Profesor bersama para guru peserta pelatihan menulis pada tanggal 11 Agustus 2021.

Ada pepatah mengatakan " Jika engkau menyenangi apa yang kau lakukan, maka engkau tidak akan pernah merasa bekerja. Engkau akan dapat membagi waktumu dengan baik, bukan waktu yang membatasimu". Pada pelatihan ini beliau mengajak para guru yang memiliki motivasi tinggi dalam menulis untuk bergabung dalam "Merdeka Menulis" bersama Profesor yang bertujuan untuk membuat buku mayor dalam dua minggu. 

Bagaimana bisa membuat buku mayor dalam waktu sesingkat itu?

Pertama, calon penulis menentukan topik dari 50 judul topik yang ada di dalam EKOJI CHANNEL.

Kedua, calon penulis menuliskan apa saja yang dikatakan dalam video di channel tersebut dengan menggunakan kata-kata atau kalimat dari penulis dengan struktur yang disepakati bersama.

Ketiga, melengkapi dan memperkaya tulisan dengan memperbanyak referensi lain yang mereka temukan di internet.

Keempat, setelah terkumpul semua karya tulisan para guru yang rata-rata lebih dari 100 halaman akan diserahkan ke penerbit mayor ANDI. 

Kelima, oleh penerbit ANDI, dilakukan reviu berdasarkan sejumlah kriteria dan indikator, dan diputuskanlah mana yang harus direvisi minor, mayor, dan yang tanpa revisi untuk diterbitkan

Hal ini pernah dilakukan beliau dengan para guru sbelumnya, ternyata dengan menerbitkan sebuah buku dari sekumpulan karya para guru mampu meningkatkan motivasi dan gairah guru-guru lain untuk menyusul berkarya, dan secara berturut-turut keluarlah angkatan berikutnya. Hasilnya, angkatan pertama yang diberi nama PELOPOR berhasil menerbitkan 19 buah buku, dimana para guru menjadi penulis pertama dan Prof ditempatkan sebagai penulis kedua.

Hal serupa beliau ulangi dengan bekerja sama erat bersama teman-teman hebat dan profesional dari Penerbit ANDI. Alhasil hingga saat ini telah lebih dari 50 buku diterima dan diterbitkan oleh Penerbit ANDI, baik dalam bentuk buku fisik maupun e-book.

Beliau merasakan jika awalnya memang terasa sulit, karena inisiatif ini relatif baru bagi para guru, tapi dengan semangat, motivasi diri, dan saling membantu, semuanya indah pada waktunya. "Yang buat saya BANGGA adalah beberapa hal - pertama adalah selain para guru berhasil menerbitkan buku, ada yang telah berhasil menerbitkan beberapa buku hingga hari ini, dan kedua adalah karena sudah ada yang berani menerbitkan buku secara mandiri - dalam arti kata memulai semuanya dari nol (tanpa harus bertumpu mencari ide dari EKOJI CHANNEL)". EKOJI CHANNEL adalah sekedar batu pijakan untuk membantu anda yang mengalami kesulitan dalam mencari judul buku yang hendak ditulis.

Kami dan penerbit ANDI dengan dukungan PGRI akan segera menerbitkan yang namanya EKOJIPEDIA dimana isinya seperti ensiklopedia, tapi seperangkat lengkap buku-buku tulisan karya guru yang selama ini telah diterbitkan oleh Penerbit ANDI. EKOJIPEDIA ini akan ditawarkan ke berbagai perpustakaan di sekolah-sekolah Indonesia dengan harapan dapat membantu memotivias para guru dalam menghadapi era new normal, mengingat sebagian buku berkisar seputar PJJ dan pemanfaatan teknologi informasi bagi pendidikan.

EKOJI ACADEMY dan PENERBIT ANDI fokus pada penulisan buku yang akan MEMBANTU GURU-GURU dalam melaksanakan belajar mengajar PASCA PANDEMI, jadi isinya adalah berbagai fenomena baru yang harus menjadi bekal bagi para guru, misalnya yang sudah terbit adalah terkait dengan: gamification, literasi guru abad ke-21, blended learning, learning management system, pendidikan karakter dalam PJJ, parenting 4.0, cyber pedagogy, flipped classroom, dsb - intinya adalah konsep-konsep teknologi pendidikan baru yang sedang menjadi tren dimana-mana.

Lalu, Kriteria apa saja supaya naskah kita diterima penerbit mayor ?, Silahkan pembaca lihat di https://www.youtube.com/watch?v=17v72RUhZIY 

Melihat semangat bapak Profesor ini, bagaiamana pengalaman pertama beliau ketika memulai menulis?

"Saya dulu pertama kali menerbit buku mayor adalah di tahun 2000, karena dampak krisis tahun 1998, banyak mahasiswa yang tidak bisa membeli buku terbitan luar negeri akibat dolar melonjak - yang saya lakukan pada saat itu adalah, saya ke perpustakaan tempat buku-buku yang diperlukan mahasiswa S2 berada, setiap satu buku saya ringkas intisarinya menjadi 10 halaman. Alhasil 20 buku saya ringkas jadi 200 halaman, dan saya terbitkan iseng-iseng dalam bentuk Bunga Rampai. ehhhh... ternyata laku.... dan banyak yang senang. Akhirnya ketagihan setelah itu menulis buku...."

Ini pertanyaan penting, bagaimana trik menulis bapak Profesor yang bisa dibagikan kepada para penulis pemula?

"Triknya sederhana, dimulai dari membuat Table of Content yang sederhana. Biasanya saya mulai dengan membaginya menjadi 6 bagian, yaitu menjawab pertanyaan 5W1H. Misalnya judulnya adalah: GAMIFICATION. Maka TOC-nya menjadi: Bab 1 - Apakah gamification itu? Bab 2 - Mengapa gamification penting? Bab 3 - Di mana gamificaiton dibutuhkan? Bab 4 - Kapan gamification dipergunakan? Bab 5 - Siapa yang menggunakannya? dan Bab 6 - Bagaimana cara membuatnya? Mudah bukan.....?"

Apa yang bapak bisa bagi pengalaman menulis dengan para guru?. 

Yang saya lihat dari pengalaman saya dengan guru-guru pemula dalam hal penulisan adalah PERSISTENCE dan KONSISTENSI. Konsistensi dalam menjaga motivasi untuk menulis. Yang berhasil saya lihat karena mereka didorong oleh impian dan keinginan terpendam yang sudah lama ada di dalam diri mereka, sehingga mereka mencurahkannya dengan sepenuh dan segenap hati - jadi tidak ada waktu bagi mereka untuk menyerah atau turun semangatnya. Sementara untuk nomor 3, saya adalah penganut pandangan bahwa ilmu itu tidak ada yang linear, semua ilmu bersifat multi, inter, dan transdisiplin.

Karena terus terang, setelah buku saya pertama kali terbit tahun 2000, hidup saya menjadi berubah total. Dan seperti yang Oom Jay katakan, anda akan mendapatkan banyak kejutan tak terduga setelah buku anda terbit, baik dalam bentuk fisik maupun elektronik. 

Penghasilan menjadi bertambah (bukan dari penjualan buku, tapi dari seminar dan undangan dari mereka yang membeli buku kita), karir semakin meningkat, teman semakin banyak, kesempatan jalan-jalan gratis ke berbagai kota di Indonesia (karena mengisi seminar), dan hal-hal mengejutkan lainnya. It did change my life !

Di akhir pertemuan kali ini, bapak Profesor memotivasi kita  bahwa menulis juga salah satu cara agar Anda meninggalkan sesuatu di dunia ini, agar Anda dapat dikenang oleh anak - cucu - cicit - dan cicitnya cicit. Bukankah pepatah mengatakan "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama?". Hiduplah seribu tahun lagi dengan menerbitkan karya publikasi....

Beliau juga menyampaikan bahwa Bapak Ibu yang ingin mendapatkan e-book karya guru-guru yang berhasil menerbitkannya, bisa dilihat di Google Store....

Oke pembaca yang baik hatinya,,,ayo menulis dari sekarang. Kumpulkan tuliskan di blog untuk suatu saat bisa diterbitkan. Semoga bermanfaat untuk hidup kita dan orang lain.

salam literasi.






Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

 


Pertemuan ke-15, Gelombang 19,

Tema              : Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

Nara Sumber  : Susanto, S.Pd

Moderator      : Maesaroh, M.Pd


Pelatihan menulis bersama om Jay kali ini menghadirkan narasumber seorang guru dari Sumatera Selatan. Beliau adalah Bapak Susanto, S.Pd. Beliau lahir di Gombong, Kebumen pada 29 Juni 1971. Pertemuan ke-15 ini beliau mengangkat tema Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan. Acara yang dipandu oleh moderator yaitu sang blogger milenial, ibu Maesaroh, M.Pd ini dibagi menjadi 4 segmen yaitu :

1. Pembukaan

2. Penjabaran materi 

3. Sesi Tanya Jawab 

4. Penutup 

Setelah pembukaan yang dipandu oleh moderator, dilanjutkan penjabaran materi oleh narasumber. Beliau yang sudah berpengalaman dalam dunia edit mengedit naskah tulisan ini telah banyak diberi kepercayaan untuk membaca dan mengeditnya. Diantara naskah-naslah tersebut adalah :

1. Kunci Sukses Menjadi Moderator Online (Aam Nurhasanah), Desember 2020.

2. Patidusa Pujangga Wiyata, Antologi Puisi Nusantara Bergema (Aam Nurhanasa, dkk), Januari 2021.

3. Bait-bait Kerinduan, Antologi Puisi Ungkapan Rasa Rindu (Rofiana, S.Pd., dkk), Maret 2021, Januari 2021.

4. Haru Biru Perjalananku, Catatan Perjalanan Tugas Kepala Sekolah Daerah Terpencil dan Satu Atap (“Ambu” Tini Sumartini), Maret 2021.

5. Merajut Goresan Tinta Berbuah Karya (Herni Sunarya Banah, S.Pd.), Maret 2021.

6. Purwakarya Literasi, antologi peserta Gel 18 (2021)

7. Membongkar Rahasia Menulis ala Guru Blogger (Bersama Bu Noralia Puspa Yunita dkk), Juli 2021.

Beliau mengatakkan proofreading atau kadang disebut dengan uji-baca adalah membaca ulang sebuah tulisan, tujuannya adalah untuk memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam teks tersebut. Karena intinya, Proofreading adalah aktivitas memeriksa kesalahan dalam teks dengan cermat sebelum dipublikasikan atau dibagikan. Oleh karena itu, kegiatan ini sesungguhnya adalah kegiatan akhir setelah tulisan diselesaikan.

Dalam hal ini sangat sesuai dengan nasihat para pakar menulis, yakni: "Tulis saja, jangan pedulikan teknis. Salah nggak papa mumpung ide masih mengalir. Jika sudah selesai, barulah kita lakukan editing."

Beliau menambahkan bahwa yang sering terjadi adalah ketika "sedang" menulis, muncul keinginan agar tulisan ini harus sempurna. Sehingga, muncul kehawatiran: nanti tulisan jelek, tidak layak baca, banyak kesalahan ejaan, kalimatnya tidak pas, dan sebagainya. Akhirnya terjebak untuk segera memperbaiki.

Hal lain (biasanya seorang blogger) ingin segera menerbitkan tulisan. Begitu selesai menulis, mungkin karena mengejar target atau ingin segera memublikasikan, langsung klik tombol kirim.

Yang pertama, alih alih tulisan menjadi lebih baik, malah tulisan "nggak jadi-jadi".

Untuk yang kedua, maksud hati membuat tulisan yang menarik, akibat kekurangcermatan dalam pengetikan tulisan di blog, tulisan menjadi berkurang nilai kemenarikannya. Oleh karena itu, proofreading sangat penting. Ketimbang kita "menyewa" proofreader, lebih baik kita lakukan sendiri.

Dalam proofreading, memeriksa apakah terdapat kesalahan dalam teks yang dimaksud adalah memeriksa kesalahan penggunaan tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga pemenggalan kata.

Lalu, apa bedanya dengan mengedit?

Editing lebih fokus pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga harus memperhatikan isi atau substansi dari sebuah tulisan. Jadi, proofreading tidak sekadar menyoroti kesalahan tanda baca atau ejaan, tetapi juga logika dari sebuah tulisan, apakah sudah masuk di akal atau belum.

Ada juga yang berpendapat bahwa pengeditan merupakan proses yang melibatkan perubahan besar pada konten, struktur, dan bahasa, sedangkan proofreading hanya berfokus pada kesalahan kecil dan inkonsistensi.

Tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca, tetapi juga harus memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa diterima logika dan dipahami pembacanya. Jadi, ia harus dapat mengenali apakah sebuah kalimat efektif, struturnya sudah tepat atau belum, hingga memastikan agar substansi tulisan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca.

Anda yang jago bahasa asing, jika mendapatkan tugas adalah menguji-baca sebuah teks terjemahan. Output yang dihasilkannya adalah sebuah teks yang mudah dipahami meski bagi orang yang tidak mengetahui bahasa asal teks terjemahan tersebut.

Jadi, apa kesimpulannya?

Tugas seorang proofreader adalah untuk membuat teks mudah dipahami pembaca dan tidak kehilangan substansi awalnya. Ada tulisan yang sudah bagus, uraian sesuai tema, struktur bahasanya bagus, kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang, tetapi terjadi kesalahan dalam meletakkan tanda koma atau tanda baca lainnya.

Ada juga tulisan yang masih "kacau" dari segi struktur, misalnya karena kalimatnya berupa kalimat majemuk yang terdiri dari banyak sekalai kalimat tunggal, maka proofreader harus bisa memanngkasnya dan menjadikannya kalimat yang mudah dipahami. Tentu substansi dan maksud penulis tidak berubah.

Sebagai penulis kita juga bertindak sebagai proofreader, sebelum tulisan dipublikasikan di blog atau naskah buku dikirimkan ke penerbit. Jika kita diminta menjadi proofreader tulisan orang lain, proofreader bersifat netral. Seorang proofreader akan menilai karya secara objektif. Bukankah kita menulis agar orang memahami ide yang dituangkan?

Bagaimana langkah yang diambil?

Ia akan bertindak sebagai seorang “pembaca” dan menilai apakah karya penulis sudah bisa dimengerti atau justru berbelit-belit. Harapannya, setelah melewati tahapan proofreading, karya sang penulis bisa lebih mudah dipahami pembaca.

Bagaimana melakukan Proofreading?

1.  Cek ejaan. Ejaan ini merujuk ke KBBI, tetapi ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit

2.  Pemenggalan kata-kata yang merujuk ke KBBI

3.  Konsistensi nama dan ketentuan

4.  Perhatikan judul bab dan penomorannya

Jika Anda seorang blogger, maka lakukan hal-hal berikut :

a. Menghindari kesalahan kecil yang tidak perlu misalnya typo atau kesalahan penulisan kata dan penyingkatan kata. 

b. Meskipun blog itu milik pribadi dan bebas, pembaca Anda juga harus diperhatikan. Tidak ada kesalahan penulisan (typo) akan membuat pembaca nyaman.

c. Kesalahan kecil lainnya misalnya, memberi spasi (jarak) kata dan tanda koma, tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Tanda-tanda baca tersebut tidak boleh diketik terpisah dari kata yang mengikutinya.

Terdapat cara mudah untuk memeriksa tulisan baik di Ms Word maupun di blog dengan melakukan pencarian dengan menekan tombol CTRL bersamaan dengan tombol huruf F (CTRL+F). Lalu, ketikkan misalnya tanda "," (tanda koma), maka akan muncul highlight teks dengan warna kuning. Setelah itu kita periksa apakah ada kesalahan atau ada spasi antara kata dengan tanda koma. Hal yang sama juga dilakukan pada tanda baca lainnya. Jika hal ini kita lakukan maka pos blog menjadi bersih dari kesalahan pengetikan.

Kesalahan kecil lainnya yang biasa dilakukan adalah penulisan di- sebagai awalan dan di sebagai kata depan. Jika kata yang mengikuti di adalah verba atau kata kerja maka di ditulis serangkai dan kata itu ada bentuk aktifnya yaitu jika diberi imbuhan me-. 

Aturan ejaan lainnya yang ada dalam PUEBI wajib kita pahami. Meskipun blog tidak mensyaratkan bahasa yang baku (kan suka-suka penulisnya) tetapi minimal wajib tahu dan menerapkan aturan-aturan yang dicontohkan. 

Sebelum dipublikasikan, kita lihat di pratinjau (preview) lalu jika ada kesalahan, pada draf kita tekan tombol CTRL+F  lalu melakukan proses perbaikan tulisan seperti pada video.

Contoh sederhana proofreading:

Teks asli

Membuat cerita fiksi memang sedikit berbeda dengan cerita non fiksi. Tetapi cerita non fiksi dapat disampaikan dengan gaya cerita fiksi agar lebih menarik. Tentu sepanjang tidak bertentangan dengan aturan penulisan karya non fiksi yang telah ditentukan, seperti makalah ilmiah, laporan penelitian, dan sejenisnya.

Teks Perbaikan

Membuat cerita fiksi memang sedikit berbeda dengan cerita nonfiksi. Tetapi, cerita nonfiksi dapat disampaikan dengan gaya cerita fiksi agar lebih menarik. Tentu sepanjang tidak bertentangan dengan aturan penulisan karya nonfiksi yang telah ditentukan, seperti makalah ilmiah, laporan penelitian, dan sejenisnya.

Dalam KBBI:

non (adv) tidak; bukan: nonaktif; nonberas

Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan, dalam kalimat majemuk (setara). Misalnya: Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup. Ini bukan milik saya, melainkan milik ayah saya.

Jadi, jika kita melakukan proofreading kita menggunakan Alat Bantu, yaitu 1. puebi daring; 2. kbbi daring

Itulah tadi catatan saya tentang tema kali ini. Hal-hal yang kecil tapi mempengaruhi kesempurnaan tulisan kita. Sebelum pemaparan oleh Bapak Susanto diakhiri, beliau berpesan bahwa kita tidak mungkin menguasai segalanya, hanya orang-orang tertentu yang ditakdirkan memiliki kompetensi: penulis, proofreader, editor, sekaligus. Namun setidaknya sebagai penulis memiliki keterampilan minimal sebaga penyunting tulisan sendiri, agar calon pembaca kita memahami apa yang kita maksudkan dalam tulisan. So, jadilah profider untuk diri sendiri sebelum kita mempublikasikan tulisan-tulisan kita..

Salam Literasi.











Rabu, 11 Agustus 2021

Kiat Menulis Fiksi


Pertemuan ke- 13

 

Tema                : Kiat Menulis Cerita Fiksi

Nara sumber    : Sudomo, S.Pt

Moderator        : Aam Nurhasanah

Resume ke-      : 8

 

Malam itu jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Sembari menunggu ayah (suami) pulang dari perayaan Muharraman, aku membuka laptop untuk melihat kabar pelatihan dengan narasumber bapak Sudomo, S.Pt. ternyata sudah banyak yang beliau paparkan sejak dari pukul 19.00 WIB. Dan yang membuat aku tersenyum sendiri ketika acara menjadi sangat santai karena ibu Aam sebagai moderator menyebut nara sumber sebagai "besan". Hehe..ternyata beliau berdua memiliki anak laki-laki dan perempuan yang seumuran. Mungkin suatu saat diharapkan memiliki kecocokan. “Ehm...unik juga ya”, gumamku berhusnudzan.

Akupun membuka biodata pak Momo DM (panggilan untuk bapak Sudomo, S.Pt) yang sudah tersaji di dinding whats app. "masyaallah bejibun prestasi menulisnya..", kataku terheran sambil membaca habis rentetan prestasi tulis menulisnya. Pak Momo ini memang luar biasa. Hampir setiap tahunnya, sejak 2007 hingga 2021 beliau ini selalu mencetak prestasi dari menulis cerita fiksi, menerbitkan buku non fiksi dan berhasil menyabet juara pada beberapa kejuaraan menulis.

 

  "Assalamu'alaikum !" 

"Wa'alaikumussalaam..", sambil setengah berlari aku menuju pintu samping rumah yang tak jauh dari tempatku duduk. Akupun membuka pintu dan ayah ( suami ) pun masuk. Seperti biasa beliau langsung mencuci kaki dan tangannya di kamar mandi. Sementara aku membuka plastik putih berisi dua kotak transparan yang dibawanya dari masjid Al Falah dekat rumahku. "Ini ketan sama kuah duren, ayah jangan makan ini ada maag", kataku kepada suami yang telah didekatku. "Ini buat anak-anak dan yang satunya untuk Beni", kataku sambil memberi satu kotak ketan kepada suami untuk diberikan kepada anak tetangga. Suamiku tersenyum. " Kita makan nasi saja", tambahku. Diapun keluar dan memberikan ketan kepada ayah Beni yang malam itu sedang membakar sampah di depan rumah. 

Malam itu masih terdengar sayup ceramah Muharraman di masjid Sabilul Muhtadin, oleh Dr. Sulaiman Rasyid, salah satu dosen IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik. Masjid itu terletak agak jauh dari rumah kami namun setelan sound mic luarnya sangat keras. Kami makan malam berdua di teras samping rumah sambil sesekali mengobrol. " Suaranya masih kuat seperti anak muda", kata suami memuji beliau. "Padahal saat menguji kemarin dak seperti itu suaranya", komentarku mengingatkan suami saat ujian tesis dua bulan lalu. Kali ini terdengar kuat dan terkadang tampak pecah (keluar dari nada suara normal). Mungkin agak dipaksa keras agar seluruh jamaah bisa mendengar ceramahnya. 

"Tempe penyetnya enak dik", pujinya kepadaku pada "pulukan" terakhir. "thanks”, jawabku singkat.

 

Suasana rumah yang biasanya masih ramai  sebelum pukul 22.00, kini sangat sepi. Ketiga anakku tidur agak cepat karena tidak tidur siang dan terlalu lelah bermain. " Mas, tema inilah yang aku tunggu, aku ingin sekali bisa menulis cerpen". Suamiku tak berkomentar dan sedang asyik dengan gawainya. Aku memang belum pernah sama sekali menulis cerita pendek. Ingin sekali penggalan-penggalan perjalanan hidupku di masa lalu dengan teman-teman kuliah di kampus, di pesantren bisa kutuangkan dalam cerita yang dikemas apik dalam bentuk cerpen. Harapannya agar bisa kubagi untuk kawan-kawan yang telah lama tidak bertemu. Pasti asyik banget. Selain itu bisa juga dibaca anak cucuku kelak tanpa aku harus panjang lebar menceritakan pengalaman-pengalamanku di masa lalu. 

"Belum selesai ya?", tanya suami. "Mas, sebagai guru aku perlu menulis cerpen karena salah satu aspek dalam penilaian AKM adalah literasi teks fiksi", jelasku tanpa menjawab pertanyaan suami. "Masih ada lagi yaitu sebagai cara menemukan passion kita dalam menulis, sebagai upaya menyembunyikan dan menyembuhkan diri dan sebagai jalan mengeksplorasi kemampuan menulis ", tambahku panjang lebar. "Emang kamu bisa bikin cerpen?", tanyanya. "Enggak tau", jawabku. "Membuat cerpen itu sulit kalau ngga ada niat yang kuat dan nggak suka baca cerpen", jelasnya. "Iya sih semua tergantung niat, ga cuma bikin cerpen doang", kataku menguatkan. Aku melanjutkan membaca syarat membuat cerpen yang lainnya. Ternyata kita harus memiliki kemauan dan kemampuan melakukan riset, mempelajari KBBI, dan PUEBI, memahami dasar-dasar menulis cerita fiksi dan menjaga konsistensi menulis.

Tak terasa jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22.55 WIB. Aku membangunkan suami yang ternyata telah tertidur di dekatku. " Ayo pindah, di sini bisa masuk angin", pintaku. Sebagian rumahku yang berdinding kayu membuat angin malam menelisik lewat susunan kayu yang berrongga. Tidak rapat. Lumayan dingin. Hujanpun turun menambah syahdunya malam.

Pagi yang cerah. Dedaunan basah oleh hujan semalam. Sesekali angin merambah wajah segarku. Masyaallah segar sekali duduk di teras samping rumah yang belum lama kami buat untuk menambah kelas belajar ngaji anak-anak sekitar. "Wah ternyata cerita fiksi tidak hanya cerpen dan novel. Ada Fiksimini, flash fiction, pentigraf, novelet, dan novela", aku bicara sendiri. Aku melanjutkan halaman powerpoint berikutnya. Kali ini Fatimah, anak pertamaku yang berusia 8 tahun telah bangun dan mandi. Dia melihat gambar berwarna warni di laptop yang dari tadi aku mainkan. " Apa itu, Bu seperti mainan yang ada di Taman Bermain", tanya Fatimah ingin tahu.


" Ini gambar biar orang mudah melihat apa saja unsur-unsur pembentuk cerita fiksi", jelasku. Suamiku tersenyum memandang kami berdua sambil bersenandung murajaah. Fatimah terlihat tidak mengerti dan bangkit mengambil sepeda dan mengayuhnya santai di halaman rumah. Aku tetap serius membaca penjelasan dari masing-masing unsur pembentuk cerfik. Tema adalah ide pokok cerita sebaiknya dekat dengan penulis, menarik, mudah diperoleh, ruang lingkup terbatas. Premis adalah ringkasan cerita dalam satu kalimat terdiri dari karakter, tujuan tokoh, rintangan dan resolusi.Alur adalah rngkaian kejadian atau cerita, terdiri dari alur maju, alur mundur, campuran, flashback dan alur kronologis. Penokohan adalah penjelasan detail tentang karakter tokoh, ada tokoh antagonis, protagonis dan tritagonis. Latar/ Setting adalah penggambaran waktu, tempat dan suasana terjadinya peristiwa. Ada latar waktu, tempat, suasana, latar sosial, material dan latar integral. Sudut pandang merupakan cara penulis menempatkan dirinya terhadap cerita yang diwujudkan dalam pandangan tokoh cerita. 

"Sudah jadi cerpennya?", tanya suami menantang. "Ayah, dak usah mengolokku, aku ini baru nak belajar. Coba lihat ini yah", kataku sambil menunjukkan gambar di laptop. 


" Apa itu outline yah?", tanyaku pada suami. " Entah, lihat aja slide berikutnya..", jawabnya datar.

Akupun menscroll ke bawah laptop touchscreenku.



        "Dimana buku KBBI kita yah?", tanyaku seketika setelah selesai membaca slide terakhir. " Nyari buku PUEBI di Gramedia ada ndak ya?" , tanyaku melanjutkan. " Kalau tidak salah sudah ku kasih ke Ibu Supinah, kalo PUEBI aku ndak ada apa ndak di Gramedia, coba download aja!", suami menyempatkan menjawab tanyaku di sela-sela bermain dengan Fatimah. Ibu Supinah adalah kepala sekolah di SDN depan rumah.

        Tidak lama kemudian, Yahya dan Khadijahpun keluar rumah. Yahya adalah anak ke-2 berusia 5 tahun dan khadijah baru masuk 4 tahun. Rupanya mereka baru bangun tidur. Anak laki-lakiku yang ke-2 itu langsung lari dan memelukku. Disusul Khadijah sambil menangis dan juga berlari berebut memeluk ibunya. Ayah dan Fatimah hanya tertawa melihat tingkah mereka berdua. "Andaikan aku bisa melukis setiap kebersamaan dengan keluarga dengan cerpen", batinku penuh harap sambil memeluk Yahya dan Khadijah.

Sabtu, 07 Agustus 2021

Menjadi Penulis Buku Mayor


Resume ke-12 Gelombang 19

Narasumber        : Joko Irawan Mumpuni

Moderator            : Mr. Bams

Tema                     : Menjadi Penulis Buku Mayor


Pertemuan ke-12 pada Pelatihan Menulis PGRI bersama Om Jay mengangkat tema yang sangat menarik yaitu bagaimana agar suatu tulisan diterima ( diterbitkan ) oleh penerbit mayor. 

Kali ini dengan dimoderatori oleh Mr. Bams, Joko Irawan Mumpuni, seorang Direktur Penerbitan pada penerbit ANDI yang juga seorang penulis menyempatkan diri untuk berbagi ilmu kepada para guru peserta pelatihan. Sebelumnya mari kita lihat profil dari narasumber kali ini.


Beliau nampak bersemangat karena ini berbicara dunia penerbitan dan penulisan. Beliau mengatakan, hal yang sering ditanyakan adalah apa syaratnya agar tulisan kita bisa diterbitkan oleh penerbit mayor?. Nah, mungkin itu juga yang ada dalam benak kita saat melihat tema pada pelatihan kali ini. 

Selanjutnya, Joko Irawan menjelaskan bahwa perbedaan penerbit mayor dengan minor adalah terletak pada jumlah terbitan buku pertahunnya. Penerbit mayor lebih banyak menerbitkan buku. Dan mengapa seorang penulis lebih bangga jika tulisannya diterbitkan oleh penerbit mayor?. Beberapa alasannya adalah karena naskah karyanya akan dikelola dengan profesional, fasilitas yang lebih baik, modal, percetakan, SDM, dan juga jaringan yang lebih luas.

Dan, beliau menambahkan bahwa agar karyanya bisa masuk diterima dan diterbitkan oleh penerbit mayor maka harus melalui seleksi dengan tingkat persaingan yang sangat ketat. Contohnya di penerbit Andi, tiap bulan naskah yang masuk bisa sampai 300 s.d 500 naskah. Yang diterbitkan hanya 50 s.d 60 judul saja, sisanya dikembalikan ke penulis.

Karena begitu sulitnya menembus penerbit profesional baik yang minor apalagi yang mayor, maka para penulis ada yang menerbitkan karyanya sendiri yang saat ini kita sebut penerbit Indie.

Jadi, naskah buku seperti apa yang bisa diterbitkan oleh penerbit profesional seperti penerbit ANDI ?, tentunya adalah naskah buku yang bisa dijadikan buku dan laris dijual

Kelompok besar buku dibagi menjadi 2 yaitu kelompok buku teks dan kelompok buku non teks, Buku teks adalah buku yang digunakan olah mahasiswa atau siswa dalam proses pembelajaran. Ditingkat sekolah disebut buku pelajaran disngkat BUPEL sedangkan untuk kelompok mahasiswa disebut buku perguruan tinggi disingkat PERTI. Sedangkan buku non teks adalah sebaaliknya dan cenderung disebuat sebagai buku-buku populer karena memang kontennya berupa apa saja yang populer dan dibutuhkan oleh masyarakat. Berikut gambarannya.


Contoh buku teks adalah sebagai berikut.


Contoh buku non teks sebagai berikut.


Namun dalam prakteknya pemakaian buku  tidak lagi terbagi-bagi menurut kelompok-kelompok tadi, apapun buku yang dibaca bisa dijadikan referensi untuk memenuhi kebutuhan pembaca.
Beliau menambahkan lagi bahwa penerbit adalah lembaga profitable yang mencari keuntungan untuk bertahan hidup dan berkembang sehingga karyawan sejahtera, komsumen puas dalam jangka waktu yg tidak terbatas. Karenanya penerbit boleh dikatakan industri. Naskah yang masuk pun akan dianggap sebagai bahan baku output industri, jika bahan baku bagus maka akan menghasilkan produk yang bagus pula. Oleh karena itu para penulis dan calon penulis harus paham cara berfikir industri penerbitan agar naskah tidak ditolak.
Berikut adalah gambaran industri penerbitan.


Penerbit mayor memiliki kriteria penilaian terhadap suatu naskah bisa diterima atau ditolak. Berikut gambarannya.



Ternyata tema sangat menentukan dalam hal kepopulerannya. Saat ini tema-tema yang harus diangkat adalah bidang-bidang baru karena korona. Prediksinya dalah sebagai berikut :

Dan sebaiknya tidak menulis tema-tema yang mati karena korona seperti tema berikut :


Selanjutnya jika tema telah bagus, penerbit akan mengecek reputasi penulisnya, salah satu dapat ditelusuri dari Google Schoolar..seperti ini, perhatikan angka-angkanya.



Lalu, bagaiman penerbit menentukan jumlah cetak ?


Penerbit akan menentukan oplah tinggi jika buku itu dinilai mempunyai market lebar dan lifesycle panjang. Lifecycle panjang artinya buku itu akan tetap relevan dimasa depan dalam waktu yang panjang.

Terakhir, apa yang penulis peroleh jika ia berhasil?
 

Ternyata penulis akan memperoleh tidak hanya kepuasan batin, namun juga reputasi, karir yang makin baik dan tentunya uang. Rinciannya adalah sebagai berikut :


Sebelum menutup uraiannya, penulis Joko Irawan memberi pertanyaan kepada para peserta tentang pilihan menjadi penulis apakah penulis idealis ( tidak butuh uang ) atau industrialis ( yang harus mendapatkan uang saat menulis )...So, jawabannya nafsi nafsi ya alias masing-masing😉.
Tapi jangan anggap sepele lho karena pilihan bisa jadi menentukan kualitas dan produktivitas seorang penulis. Kita lihat kwadran kategori penulis sebagai berikut :


Beliau menegaskan kepada peserta bahwa yang diharapkan penerbit dan penerbit ANDI khususnya adalah penulis dengan kelompok kuadran kanan atas yaitu idealis sekaligus industrialis. So, tentukan pilihan Anda..

Tak terasa waktu menyudahi pertemuan kali ini, jika ada beberapa hal yang ingin disampaikan terkait tema, silahkan bisa hubungi beliau ( lihat profil ).



Semoga quote Imam Al Ghazali ini dapat menjadi motivasi besar bagi saya khususnya dan semua pembaca umumnya agar menulis menjadi aktivitas yang diperhitungkan karena akan banyak membawa manfaat bagi sekitarnya. Amin.















Koneksi Antar Materi Modul 2.1

  " Semua pen g etahuan terhubung ke semua pengetahuan lainnya. Yag menyenangkan adalah membuat koneksinya". ( Arthur Aufderheide ...