Pertemuan ke- 13
Tema
: Kiat Menulis Cerita Fiksi
Nara sumber : Sudomo, S.Pt
Moderator : Aam Nurhasanah
Resume ke- : 8
Malam itu jam sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB. Sembari menunggu
ayah (suami) pulang dari perayaan Muharraman, aku membuka
laptop untuk melihat kabar pelatihan dengan narasumber bapak Sudomo, S.Pt.
ternyata sudah banyak yang beliau paparkan sejak dari pukul 19.00 WIB. Dan yang
membuat aku tersenyum sendiri ketika acara menjadi sangat santai karena ibu Aam
sebagai moderator menyebut nara sumber sebagai "besan".
Hehe..ternyata beliau berdua memiliki anak laki-laki dan perempuan yang seumuran.
Mungkin suatu saat diharapkan memiliki kecocokan. “Ehm...unik juga ya”, gumamku
berhusnudzan.
Akupun membuka biodata pak Momo DM (panggilan untuk bapak Sudomo,
S.Pt) yang sudah tersaji di dinding whats app. "masyaallah bejibun
prestasi menulisnya..", kataku terheran sambil membaca habis rentetan
prestasi tulis menulisnya. Pak Momo ini memang luar biasa. Hampir setiap
tahunnya, sejak 2007 hingga 2021 beliau ini selalu mencetak prestasi dari
menulis cerita fiksi, menerbitkan buku non fiksi dan berhasil menyabet juara
pada beberapa kejuaraan menulis.
"Assalamu'alaikum !"
"Wa'alaikumussalaam..", sambil setengah berlari aku
menuju pintu samping rumah yang tak jauh dari tempatku duduk. Akupun membuka
pintu dan ayah ( suami ) pun masuk. Seperti biasa beliau langsung mencuci kaki
dan tangannya di kamar mandi. Sementara aku membuka plastik putih berisi dua
kotak transparan yang dibawanya dari masjid Al Falah dekat rumahku. "Ini
ketan sama kuah duren, ayah jangan makan ini ada maag", kataku kepada
suami yang telah didekatku. "Ini buat anak-anak dan yang satunya untuk
Beni", kataku sambil memberi satu kotak ketan kepada suami untuk diberikan
kepada anak tetangga. Suamiku tersenyum. " Kita makan nasi saja",
tambahku. Diapun keluar dan memberikan ketan kepada ayah Beni yang malam itu sedang
membakar sampah di depan rumah.
Malam itu masih terdengar sayup ceramah Muharraman di
masjid Sabilul Muhtadin, oleh Dr. Sulaiman Rasyid, salah satu dosen IAIN Syaikh
Abdurrahman Siddik. Masjid itu terletak agak jauh dari rumah kami namun setelan
sound mic luarnya sangat keras. Kami
makan malam berdua di teras samping rumah sambil sesekali mengobrol. "
Suaranya masih kuat seperti anak muda", kata suami memuji beliau.
"Padahal saat menguji kemarin dak seperti itu suaranya", komentarku
mengingatkan suami saat ujian tesis dua bulan lalu. Kali ini terdengar kuat dan
terkadang tampak pecah (keluar dari nada suara normal). Mungkin agak dipaksa
keras agar seluruh jamaah bisa mendengar ceramahnya.
"Tempe penyetnya enak dik", pujinya kepadaku pada
"pulukan" terakhir. "thanks”, jawabku singkat.
Suasana rumah yang biasanya masih ramai sebelum pukul 22.00,
kini sangat sepi. Ketiga anakku tidur agak cepat karena tidak tidur siang dan
terlalu lelah bermain. " Mas, tema inilah yang aku tunggu, aku ingin
sekali bisa menulis cerpen". Suamiku tak berkomentar dan sedang asyik
dengan gawainya. Aku memang belum pernah sama sekali menulis cerita pendek.
Ingin sekali penggalan-penggalan perjalanan hidupku di masa lalu dengan
teman-teman kuliah di kampus, di pesantren bisa kutuangkan dalam cerita yang
dikemas apik dalam bentuk cerpen. Harapannya agar bisa kubagi untuk kawan-kawan
yang telah lama tidak bertemu. Pasti asyik banget. Selain itu bisa juga dibaca anak
cucuku kelak tanpa aku harus panjang lebar menceritakan pengalaman-pengalamanku
di masa lalu.
"Belum selesai ya?", tanya suami. "Mas, sebagai guru aku perlu menulis cerpen karena salah satu aspek dalam penilaian AKM adalah literasi teks fiksi", jelasku tanpa menjawab pertanyaan suami. "Masih ada lagi yaitu sebagai cara menemukan passion kita dalam menulis, sebagai upaya menyembunyikan dan menyembuhkan diri dan sebagai jalan mengeksplorasi kemampuan menulis ", tambahku panjang lebar. "Emang kamu bisa bikin cerpen?", tanyanya. "Enggak tau", jawabku. "Membuat cerpen itu sulit kalau ngga ada niat yang kuat dan nggak suka baca cerpen", jelasnya. "Iya sih semua tergantung niat, ga cuma bikin cerpen doang", kataku menguatkan. Aku melanjutkan membaca syarat membuat cerpen yang lainnya. Ternyata kita harus memiliki kemauan dan kemampuan melakukan riset, mempelajari KBBI, dan PUEBI, memahami dasar-dasar menulis cerita fiksi dan menjaga konsistensi menulis.
Tak terasa jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22.55 WIB. Aku membangunkan suami yang ternyata telah tertidur di dekatku. " Ayo pindah, di sini bisa masuk angin", pintaku. Sebagian rumahku yang berdinding kayu membuat angin malam menelisik lewat susunan kayu yang berrongga. Tidak rapat. Lumayan dingin. Hujanpun turun menambah syahdunya malam.
Pagi yang cerah. Dedaunan basah oleh hujan semalam. Sesekali angin
merambah wajah segarku. Masyaallah segar sekali duduk di teras samping rumah
yang belum lama kami buat untuk menambah kelas belajar ngaji anak-anak sekitar.
"Wah ternyata cerita fiksi tidak hanya cerpen dan novel. Ada Fiksimini, flash
fiction, pentigraf, novelet, dan novela", aku bicara sendiri. Aku
melanjutkan halaman powerpoint berikutnya. Kali ini Fatimah, anak pertamaku yang
berusia 8 tahun telah bangun dan mandi. Dia melihat gambar berwarna warni di
laptop yang dari tadi aku mainkan. " Apa itu, Bu seperti mainan yang ada
di Taman Bermain", tanya Fatimah ingin tahu.
" Ini gambar biar orang mudah melihat apa saja unsur-unsur
pembentuk cerita fiksi", jelasku. Suamiku tersenyum memandang kami berdua sambil
bersenandung murajaah. Fatimah terlihat tidak mengerti dan bangkit mengambil
sepeda dan mengayuhnya santai di halaman rumah. Aku tetap serius membaca
penjelasan dari masing-masing unsur pembentuk cerfik. Tema adalah ide pokok
cerita sebaiknya dekat dengan penulis, menarik, mudah diperoleh, ruang lingkup
terbatas. Premis adalah ringkasan cerita dalam satu kalimat terdiri dari
karakter, tujuan tokoh, rintangan dan resolusi.Alur adalah rngkaian kejadian
atau cerita, terdiri dari alur maju, alur mundur, campuran, flashback dan alur
kronologis. Penokohan adalah penjelasan detail tentang karakter tokoh, ada
tokoh antagonis, protagonis dan tritagonis. Latar/ Setting adalah penggambaran
waktu, tempat dan suasana terjadinya peristiwa. Ada latar waktu, tempat,
suasana, latar sosial, material dan latar integral. Sudut pandang merupakan
cara penulis menempatkan dirinya terhadap cerita yang diwujudkan dalam
pandangan tokoh cerita.
"Sudah jadi cerpennya?", tanya suami menantang.
"Ayah, dak usah mengolokku, aku ini baru nak belajar. Coba lihat ini yah", kataku sambil menunjukkan
gambar di laptop.
" Apa itu outline yah?", tanyaku pada suami. "
Entah, lihat aja slide berikutnya..", jawabnya datar.
Akupun menscroll ke bawah laptop touchscreenku.
"Dimana buku KBBI kita
yah?", tanyaku seketika setelah selesai membaca slide terakhir. "
Nyari buku PUEBI di Gramedia ada ndak ya?" , tanyaku melanjutkan. "
Kalau tidak salah sudah ku kasih ke Ibu Supinah, kalo PUEBI aku ndak ada apa
ndak di Gramedia, coba download aja!", suami menyempatkan menjawab tanyaku
di sela-sela bermain dengan Fatimah. Ibu Supinah adalah kepala sekolah di SDN
depan rumah.
Tidak lama kemudian, Yahya
dan Khadijahpun keluar rumah. Yahya adalah anak ke-2 berusia 5 tahun dan
khadijah baru masuk 4 tahun. Rupanya mereka baru bangun tidur. Anak laki-lakiku
yang ke-2 itu langsung lari dan memelukku. Disusul Khadijah sambil menangis dan
juga berlari berebut memeluk ibunya. Ayah dan Fatimah hanya tertawa melihat
tingkah mereka berdua. "Andaikan aku bisa melukis setiap kebersamaan
dengan keluarga dengan cerpen", batinku penuh harap sambil memeluk Yahya
dan Khadijah.
Wow... luar biasa. Cerpen yang bagus sekali. Sukses, Bu Aini.
BalasHapusbu Ros mksh...ini udah pgn bgt bisa bkin cerpen,,tp mcm ni jadi e :D,,dak de klimaks ape lh,,gkgk
Hapus