Selasa, 03 September 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.1

 

" Semua pengetahuan terhubung ke semua pengetahuan lainnya. Yag menyenangkan adalah membuat koneksinya". ( Arthur Aufderheide )

 

Pembaca yang budiman,

Saya Aini Esh Shofa, guru di SMK Negeri 2 Pangkalpinang, CGP Angkatan XI ingin menyimpulkan tentang salah satu pembelajaran yang dipandang dapat mengakomodasi kebutuhan murid melalui diferensiasi konten, proses dan produk. Pembelajaran berdiferensiasi menjadi role model bagi beberapa model pembelajaran yang secara optimal memberi perhatian kepada potensi murid untuk dihidupkan, dikembangkan sesuai target pencapaian yang seharusnya.

Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi ini bisa diwujudkan di kelas-kelas? Pertanyaan yang seharusnya dijawab dengan suatu tindakan nyata. Sebelum memulai melakukan pembelajaran berdiferensiasi sebaiknya seorang guru mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :

1.     Memastikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai murid

2.     Memahami karakteristik murid

3.     Menerapkan fleksibilitas kepada murid dalam mengungkapkan pemahamannya terhadap suatu materi

4.     Melakukan penilaian diagnostik

5.     Mengklasifikasikan murid-murid berdasarkan kemampuan awal ataupun gaya belajarnya

6.     Melakukan penilaian formatif yang berkelanjutan,

7.     Menciptakan suasana pembelajaran yang inklusif ( menyenangkan )

8.     Berkolaborasi dengan para guru terkait ide, pengalaman dalam pembelajaran berdiferensiasi

Dalam kelas diferensiasi guru akan melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid.


Materi dalam Modul 2.1 dengan modul lain sebelumnya sangat terkait. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berpusat pada murid karena berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan belajar murid. Hal ini sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang memposisikan murid sebagai pribadi yang unik yang memiliki potensi positif yang berbeda-beda dan akan berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya.

Untuk mencapai potensi yang optimal diperlukan peran dan penerapan nilai-nilai positif seorang guru yang menuntun murid memaksimalkan potensinya sehingga memberikan kebahagiaan yang setinggi-tingginya dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Pembelajaran berdiferensiasi juga bersifat alamiah dan dinamis artinya dalam prosesnya senantiasa menerapkan penyesuaian-penyesuaian dengan kebutuhan belajar murid yang dinamis pula.

Lalu bagaimana pembelajaran ini mampu membentuk budaya positif murid di kelas?. Penilaian yang berkelanjutan baik pengetahuan , sikap dan keterampilan oleh guru di saat sebelum, selama dan sesudah pembelajaran akan semakin memperbaiki serta meningkatkan kualitas murid baik dari sisi pengetahuan, sikap positif dan keterampilan. Penilaian yang berkelanjutan ini secara otomatis akan membentuk budaya positif di kelas yang akan turut mendukung terwujudnya visi sebuah sekolah. Oleh karena itu kita sebagai seorang pendidik di sekolah sudah saatnya menjadikan pembelajaran berdiferensiasi ini sebagai solusi dari kesulitan belajar murid, rendahnya minat belajar murid, suasana belajar yang membosankan, hingga potensi baik murid yang terabaikan. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca. Salam.


Senin, 19 Agustus 2024

1.4.j. Koneksi Antar Materi Modul 1.4

 Salam dan Bahagia..

Pembaca yang budiman, menjelang berakhirnya pembelajaran di Modul 1.4 saya akan memaparkan kaitan antara Modul 1.1, Modul 1.2, Modul 1.3 dan Modul 1.4. Pada kesempatan kali ini terlebih dahulu saya akan menyimpulkan tentang peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah. Sebagai pendidik kita harus memiliki kemampuan dalam menerapkan untuk kemudian mewujudkan budaya positif di sekolah. Hal itu dapat berupa menerapkan konsep-konsep inti seperti :

1. Disiplin Positif

Pada poin ini kita sebagai pendidik menuntun murid untuk :

a). bertanggung jawab dan menumbuhkan kesadaran diri berdasarkan nilai-nilai kebajikan.

b). dapat mengontrol diri dalam melakukan segala tindakan

c). memahami dan menyadari berdasarkan motivasi internal, bukan akibat paksaan, pujian atau hukuman.

2. Memahami motivasi perilaku manusia berkaitan dengan hukuman dan penghargaan

Sebagai pendidik, idealnya kita memahami apa motivasi perilaku manusia dalam hal ini adalah perilaku murid yang diantaranya adalah :

a). melakukan sesuatu untuk menghindari ketidaknyamanan

b). melakukan sesuatu untuk mendapatkan imbalan/ penghargaan dari orang lain

c). melakukan sesuatu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Jika motivasi murid ada pada poin a dan b maka motivasi yang ada pada diri murid adalah motivasi eksternal. Nah, tugas kita bagaimana memunculkan motivasi internal murid agar menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Sebaiknya saat murid berbuat kesalahan, hindarilah memberi hukuman atau bahkan sering memberi penghargaan untuk meminimalisir motivasi eksternal dalam diri murid.

3. Posisi kontrol seorang pendidik

Terdapat 5 posisi kontrol seorang pendidik yaitu Penghukum, Pembuat merasa bersalah, Teman, Pemantau dan Manager. Dalam hal ini sebaiknya pendidik ( guru ) memposisikan diri sebagai manager. Sebagai manager, guru berbuat sesuatu bersama murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya dan mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Posisi manager ini mengacu pada restitusi yang dapat menjadikan murid sebagai manager bagi dirinya sendiri sehingga tercipta identitas psitif/berhasil pada diri murid.

4. Pembuatan keyakinan sekolah/ kelas

Pendidik ( guru ) sangat berperan dalam pembuatan keyakinan sekolah/ kelas bersama murid yaitu guru memoderasi kesepakatan keyakinan kelas ini. Keyakinan sekolah/ kelas ini berupa pernyataan universal yang mudah diingat, dipahami, dan harus diterapkan dalam lingkungan sekolah.

5. Penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah

Pendidik ( guru ) yang berperan sebagai manager menggunakan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah. Restitusi terdiri dari 3 tahapan penting yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah dan menanyakan keyakinan dengan tujuan memunculkan kemandirian dan rasa tanggung jawab pada murid.

Adapun keterkaitan budaya positif dengan tiga materi sebelumnya yaitu :

a). Budaya positif yang diterapkan di sekolah akan mempermudah tercapainya tujuan pendidikan sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid dan bersifat menuntun tumbuh/ hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada diri murid.

b). Budaya positif dapat diterapkan di sekolah jika seorang pendidik ( guru ) memiliki 5 nilai guru penggerak diantaranya: berpihak pada murid, kolaboratif, mandiri, inovatif, dan reflektif. Tidak hanya itu, budaya positif juga dapat diterapkan dengan mendorong kolaborasi semua warga sekolah dalam menyepakati dan menjalankan keyakinan sekolah secara bersama-sama.

c) Budaya positif diterapkan untuk suatu perubahan yang lebih baik yang diinginkan oleh seluruh warga sekolah. Adapun hal yang diinginkan oleh warga sekolah merupakan cita-cita atau visi sekolah. Sebagai guru penggerak, saya merasa berkewajiban berpartisipasi aktif utnuk mewujudkan visi sekolah dengan membuat visi guru penggerak sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara dan pembentukan profil pelajar pancasila.

REFLEKSI

1. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini. Adakah hal-hal menarik untuk Anda yang terjadi di luar dugaan ? Saya sudah memahami konsep=konsep inti dalam modul 1.4 ini yaitu tentang disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas dan segitiga restitusi. Seluruh konsep tersebut idealnya harus diresapi, diwujudkan dalam tindakan, dan dibagikan kepada rekan guru di sekolah. Ada hal menarik yang ternyata di luar dugaan adalah ternyata pemberian penghargaan ( hadiah ) kepada murid bisa berdampak kurang baik terhadap perkembangan potensi murid diantaranya adalah mematikan kreatifitas ,kadangkala mampu merusak hubungan, mengurangi ketepatan dan menurunkan kualitas murid itu sendiri.  

2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah Anda setelah mempelajari modul ini ?

Perubahan yang terjadi adalah ketika menghadapi murid yang bermasalah dengan tingkat permasalahan yang tidak berat, saya berusaha mengatasinya dengan menerapkan langkah-langkah pada segitiga restitusi.

3. Pengalaman saat apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Saya berusaha menangani murid yang tidak ikut belajar saat pembelajaran berlangsung dengan menerapkan langkah -langkah pada segitiga restitusi, sampai murid tersebut berkomitmen untuk melakukan hal positif yang sudah ia ucapkan sendiri. Saya sebagai guru merasa senang dan bangga jika murid tersebut mampu menepati kata-katanya. 

4. Bagaimana perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Saya merasa berkewajiban memberikan metode restitusi ini kepada rekan guru lain agar semua murid mendapat perlakuan yang serupa ketika berbuat kesalahan atau kekeliruan.

5. Menurut Anda, tekait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang harus diperbaiki?

Hal yang sudah baik adalah motivasi yang kuat dari diri saya sebagai guru untuk mampu memunculkan motivasi internal murid dalam melakukan pembelajaran dan seluk beluknya. Yang harus diperbaiki adalah konsisten memposisikan diri sebagai manager pada saat menangani murid bermasalah.

6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering dipakai dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai dan bagaimana perasaan Anda sekarang dan apa perbedaannya?

Sebelumnya saya seringkali sebagai penghukum. Perasaan saya sering merasa bersalah setelah menghukum dan jika murid yang saya hukum melakukan kembali kesalahannya saya merasa terganggu dan bosan menghadapi murid yang tidak cepat berubah atau bertaubat.

Setelah mempelajari modul ini saya mulai mengubah posisi kontrol saya sebagai manager dalam penyelesaian masalah murid. Saya menjadi lebih tenang dalam menghadapi murid. Saya seringkali menyampaikan kepada orangtua murid yang berbuat salah untuk juga sabar dan tidak terue menerus membicarakan kesalahannya saat murid pulang ke rumah. Saya juga berusaha memahami apa kebutuhan yang tidak terpenuhi murid tersebut dibalik perbuatannya. Hal itu butuh waktu tergantung pribadi murid yang terbuka atau sebaliknya.

7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapai permasalahan murid Anda? Jika iya tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana mempraktikkannya?

Pernah. Tahap menstabilkan identitas ( manusia tempatnya salah ) dan validasi kesalahan ( menanyakan alasan mengapa murid berbuat salah ). Keyakinan universal juga saya gunakan, namun bukan lahir dari murid yang berbuat kesalahan, tetapi saya sendiri yang mengucapkannya untuk mengingatkan bahwa hal itu ( keyakinan universal ) yang tidak dipenuhi. Dan pada saat itu tidak ada keyakinan kelas yang disepakati bersama sebelumnya.

8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah ?

Hal yang penting adalah mengimbaskan pengalaman ini kepada rekan sejawat dan orangtua murid agar budaya positif tidak hanya dilakukan di kelas atau sekolah saja namun juga di rumah agar menjadi karakter bagi murid dan teladan bagi orang lain.

Demikian paparan koneksi antar materi dan refleksi modul 1.4. Semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Salam Guru Penggerak. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan !










 

Senin, 29 Juli 2024

1.3.j. Koneksi Antar Materi Modul 1.3

Salam dan Bahagia..

Pembaca yang budiman, menjelang berakhirnya pembelajaran di Modul 1.3 saya akan mengulas sedikit tentang kaitan antara Modul 1.1, Modul 1.2 dan Modul 1.3. Pada kesempatan kali ini fokus perhatiannya adalah kaitan antara peran guru dan paradigma perubahan inkuiri apresiatif . Peran guru yang dimaksudkan adalah dalam mewujudkan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dan mewujudkan murid-murid yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.

Ada empat hal yang mendasari ulasan dalam koneksi antar materi ini yaitu 1). Peran guru atau pendidik, 2). Paradigma inkuiri apresiatif , 3). Filosofi pendidikan KHD dan 4). Profil Pelajar Pancasila.

Kita ketahui bersama bahwa peran-peran guru sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan murid sebagai pembelajar. Peran-peran tersebut diantaranya adalah menjadi pemimpin pembelajaran, mewujudkan kepemimpinan murid, mendorong kolaborasi antar guru, menjadi coach bagi guru lain, dan menggerakkan komunitas praktisi. Adapun seorang guru dalam menjalankan peran-peran ini harus mengedapkan nilai-nilai positif seperti berpihak pada murid, kolaboratif, mandiri, inovatif dan reflektif. Nah, tugas kita sebagai guru adalah mengoptimalkan nilai dan peran ini agar mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik pada proses pembelajaran di sekolah.

Dasar ulasan berikutnya adalah paradigma inkuiri apresiatif. Menurut Cooperrider & Whitney (2005), inkuiri apresiatif adalah suatu filosofi, suatu landasan berpikir yang berfokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, dalam suatu organisasi dan dunia di sekitarnya. Baik di masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Paradigma perubahan ini bertujuan mengidentifikasi nilai-nilai positif yang dimiliki individu para guru dan menggunakannya sebagai dasar perubahan. Perubahan ini tidak dapat kita lakukan secara sendirian. Perlu dukungan dan kerja sama dengan pihak lain.

Dalam praktiknya, hal yang memungkinkan kita lakukan sebagai guru untuk suatu perubahan ini diantaranya adalah:

1)      Bersama Tim ( Kepala Sekolah,Tenaga Admisnistrasi Kependidikan di sekolah, beberapa rekan guru ) mengidentifikasi perubahan yang diinginkan dalam konteks pendidikan, sebagai contoh : perubahan metode pengajaran, perbaikan kurikulum dan lainnya.

2)      Memasuki tahap inkuiri apresiatif, kita bersama tim meminta para guru berbagi pengalaman positif dalam proses pembelajaran di sekolah termasuk momen saat mereka sukses bersama murid, misalkan saat memenangkan lomba dan lainnya

3)      Meminta para guru bermimpi tentang gambaran murid atau sekolah masa depan yang diinginkan dalam konteks perubahan yang diidentifikasi.

4)      Merancang visi sederhana berdasarkan gambaran tersebut. Rancangan visi ini harus mengedepankan kebutuhan murid, berdampak pada murid dan mudah ditiru oleh orang/ lembaga lain.

5)      Merancang tindakan konkrit yang dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut melalui model BAGJA.

6)      Melaksanakan rencana perubahan dan melakukan evaluasi terus menerus. Di sini praktis diperlukan kerjasama dengan guru beserta Tim untuk mengetahui sejauh mana fokus tujuan pelaksanaannya dan mengukur dampaknya terhadap pembelajaran murid

Dasar ulasan berikutnya adalah filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang memposisikan guru dan murid sebagai elemen penting dalam pendidikan. Guru sebagai teladan murid dalam proses tumbuh kembangnya ( ing ngarsa sung tuladha ), membangun kehendak ketika berada di tengah-tengah murid ( ing Madya mangun karsa ) dan memberi semangat dan dorongan ketika di belakang murid ( Tut wuri handayani ).

Dasar ulasan berikutnya adalah Profil Pelajar Pancasila. Tujuan akhir dari semua kegiatan di sekolah adalah terwujudnya warga sekolah yang memiliki profil pelajar pancasila. Profil ini merupakan kumpulan karakter ( Beriman kepad Tuhan YME, Mandiri, Gotong royong, Kreatif, bernalar kritis dan berkebhinekaan global ) yang memiliki manfaat sangat penting dalam dunia pendidikan. Semua karakter ini diharapkan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari termasuk budaya sekolah, pembelajaran dan lainnya sehingga murid menjadi generasi penerus bangsa yang tumbuh dan berkembang selaras dengan karakter-karakter dalam profil pelajar pancasila.

Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa kaitan antara peran guru dalam mewujudkan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dan mewujudkan murid-murid yang memiliki Profil Pelajar Pancasila dengan paradigma perubahan inkuiri apresiatif  adalah bahwa

1)      Pengoptimalan peran dan nilai guru akan memberikan perubahan menuju arah yang lebih baik dalam konteks pendidikan di sekolah.

2)      Agar perubahan terarah dan teridentifikasi diperlukan suatu paradigma perubahan yang disebut inkuiri apresiatif yang mengandalkan kekuatan positif dari berbagai pihak.

3)      Kumpulan kekuatan positif yang dirangkum dalam ATAP ( Awal, Tantangan, Aksi dan Pembelajaran ) akan membentuk visi sederhana yang dikembangkan melalui prakarsa perubahan dan BAGJA ( Buat pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan rencana dan Atur Eksekusi )

4)      Pelaksanaan visi memiliki fokus tujuan yang sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara yaitu berpihak kepada murid, berdampak kepada murid dalam pembentukan karakter profil pelajar pancasila dan mudah ditiru agar visi membumi dan bermanfaat untuk dunia pendidikan yang lebih baik.

Secara sederhana saya gambarkan sebagai rangkaian sebagai berikut :

Demikian ulasan saya tentang Koneksi Antar Materi pada Modul 1.3, semoga bermanfaat.

Salam Guru Penggerak !

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan....!

 

 


Jumat, 12 Juli 2024

1.2.j Koneksi Antar Materi Modul 1.2

Salam dan Bahagia...

Perkenalkan saya Aini Esh Shofa, Calon Guru Penggerak ( CGP ) angkatan XI dari SMK Negeri 2 Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung. Pada kesempatan yang baik ini saya ingin berbagi dengan pembaca yang budiman, tentang kesimpulan materi pada modul 1.2 pada pembelajaran Pendidikan Guru Penggerak.

Setelah mempelajari mudul 1.2 dengan beberapa aktivitasnya, saya dapat menarik kesimpulan yang pertama yaitu bahwa terdapat hubungan yang erat antara emosi, cara kerja otak, kebutuhan dasar manusia, daya untuk memilih, motivasi intrinsik, dan struktur sistemik lingkungan dengan pembentukan nilai-nilai dalam diri seseorang. Nilai-nilai positif terbentuk dari pembiasaan mengelola kemampuan berpikir logis, terstruktur, solutif dan kekuatan lain yang merupakan hasil kerja otak luhur. Pembiasaan ini melahirkan budaya positif yang mengandung nilai-nilai positif. Dengan memiliki nilai-nilai tersebut, kebutuhan kita sebagai manusia akan terpenuhi. Dengan kecakapan kolaborasi, seseorang akan diterima orang lain. Dengan kemandirian, seseorang memiliki kebebasan untuk memilih. Dengan kemampuan berinovasi, seseorang akan diakui kemampuannya. Dan dengan berrefleksi, seseorang akan “eksis” dalam menghadapi kehidupan.

Kedua, makna Profil Pelajar Pancasila dalam transformasi pendidikan adalah sebagai pedoman untuk para pendidik dalam membangun karakter murid di ruang belajar yang lebih kecil. Pelajar pancasila di sini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Adapun gambaran profil pelajar pancasila adalah sebagai kesatuan dimensi pembentuk karakter yang tidak dapat dipisahkan. Dimensi pembentuk tersebut adalah beriman dan bertakwa kpada Tuhan Yang Maha Esa, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis, Kreatif, Gotong Royong, dan Mandiri.

Ketiga, 5 peran guru penggerak yaitu menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi Coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid dan meggerakkan komunitas praktisi. Adapun nilai-nilai positif yang perlu dikembangkan oleh guru penggerak dalam rangka mengoptimalkan perannya diantaranya adalah : 1). berpihak pada murid bermakna segala keputusan yang diambil harus didasari semangat untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan murid. 2). Mandiri bermakna senantiasa memotivasi dirinya untuk berkembang tanpa menunggu tugas demi suatu perubahan ke arah yang lebih baik.

3). Reflektif bermakna senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya. 4). Kolaboratif bermakna mampu membangun daya sanding dan rasa saling percaya dengan pemangku kepentinhgan di sekolah. 5) Inovatif bermakna mampu memunculkan gagasan segar dan tepat guna.

Keempat, bahwa keteladanan dan sistem pembiasaan yang konsisten di suatu lingkungan mempengaruhi penumbuhan nilai-nilai dalam diri seseorang. Sebagai guru penggerak diharapkan dapat memberi teladan kepada rekan sejawat terkait penerapan nilai-nilai guru penggerak. Jika kita belum mampu mempengaruhi mereka dalam perbaikan proses pembelajaran maka yang dapat kita lakukan adalah menarik perhatian mereka dengan membiasakan menerapkan nilai-nilai kolaboratif, mandiri, berpihak pada murid, reflektif dan inovatif dalam aktivitas pembelajaran kita dengan murid.

Kaitan antara kedua modul tersebut adalah bahwa segala keputusan yang diambil oleh guru harus didasari semangat untuk menciptakan pembelajaran yang memerdekakan murid. Sebagai guru penggerak kita harus memulai perubahan demi terwujudnya merdeka belajar tersebut. Caranya adalah dengan mengoptimalkan penerapan nilai-nilai guru penggerak agar peran guru menjadi maksimal.

 

Refleksi 4P

Peristiwa : Hal paling penting yang mencerahkan saya dalam proses pembelajaran Modul 1.1 sampai Modul 1.2 adalah pemahaman bahwa seorang anak telah membawa kodratnya masing-masing, sebagai guru kita hanya menuntunnya memaksimalkan potensi-potensi baik yang sudah ada namun belum optimal dan membiarkan potensi buruknya agar tidak berkembang.

Selanjutnya yang mencerahkan bagi saya adalah bahwa sikap membiasakan “berpikir lambat” untuk membuat suatu keputusan adalah sangat dianjurkan agar membuahkan solusi yang tepat. Proses berpikir ini memerlukan bebagai pertimbangan yang matang dan analisis yang memadai. Sebagai guru hendaknya menggunakan pola pikir positif, kepercayaan dan nilai-nilai positif dalam menjalankan perannya.

Perasaan : Saat hal itu terjadi saya merasa bagaikan orang yang spesial karena mendapat cahaya ilmu yang sangat penting yang tidak setiap orang memahami hal ini.

Pembelajaran : Dahulu saya berpikir bahwa seorang anak bisa kita bentuk sesuai keinginan kita. Sekarang saya berpikir bahwa hal itu tidak benar karena setiap anak membawa kodratnya masing-masing yang harus kita optimalkan potensi baiknya agar baik laku nya sehingga mampu meraih kebahagiaan sebagai seorang manusia.

Dahulu saya berpikir bahwa berpikir cepat dalam memutuskan sesuatu akan cepat menyelesaikan masalah namun ternyata sebaliknya.

Penerapan ( Rencana ke depan ) : Pengembangan diri yang sederhana, konkret dan rutin yang dapat saya lakukan sendiri dari sekarang untuk membantu menguatkan nilai-nilai dan peran saya sebagai guru penggerak adalah mengikuti pelatihan-pelatihan mandiri, melakukan refleksi rutin terhadap proses pembelajaran di kelas, memberikan ruang untuk murid mengekplorasi kemampuan dan minatnya, berkolaborasi dengan rekan guru mata pelajaran terkait penggunaan media belajar yang inovatif dan menyenangkan.

Demikian kesimpulan dari Modul 1.2 dan kaitan Modul 1.1 dengan Modul 1.2 serta refleksi dari kegiatan pembelajaran Modul 1.2. 

Semoga bermanfaat.

Guru Penggerak, Tergerak, Bergerak, Menggerakkan !

 





Senin, 01 Juli 2024

Kesimpulan dan Refleksi Pengetahuan dan Pengalaman Baru Tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara


Salam dan Bahagia,..

Bapak Ibu Guru dan pembaca yang berbahagia di seluruh Indonesia, sebelum saya menyajikan artikel untuk Anda semua, izinkan saya memperkenalkan diri. Saya Aini Esh Shofa, S.Pd.I, seorang guru di SMK Negeri 2 Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung.
Artikel ini saya buat dengan harapan agar saya sebagai pendidik selalu termotivasi untuk mengkontekstualisasikan pembelajaran berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara ke dalam aktivitas sehari-hari. Sebagai pendidik saya sangat mengharapkan keberhasilan anak-anak saya di rumah dan juga murid-murid saya di sekolah. Untuk mencapai keberhasilan itu tentunya tidak lepas dari usaha kita sebagai guru.

Apa usaha yang sudah saya lakukan?.Yang pasti adalah mengajar. Mengajar merupakan bagian dari pendidikan yang berupa memberikan ilmu kepada murid untuk dipahami, dimengerti untuk kemudian memastikan murid dapat menggunakannya sebagai pemecah masalah sehari-hari. Metode yang saya gunakan dari tahun ke tahun adalah rangkaian dari menjelaskan materi, menyajikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian menyajikan soal-soal untuk dipecahkan secara individu, dan jarang sekali menggunakan model cooperative learning ( berkelompok ). Alasannya adalah karena pembelajaran berkelompok menjadikan materi tidak segera selesai dan bertele-tele. Walaupun begitu, menurut pengalaman dan pengamatan saya, hasil belajar rata-rata murid pun seringkali di bawah standar yang saya targetkan.

Banyak opini dan wacana tentang pendidikan berorientasi pada murid yang sudah beredar bahkan dianjurkan namun saya melihat masih banyak guru termasuk saya yang belum menaruh perhatian yang serius tentang hal ini. 

Pemikiran Ki Hajar Dewantara sangat menginspirasi saya untuk memahami dasar-dasar pendidikan. Bahwa setiap anak membawa kekuatan kodrat baik buruknya masing-masing. Tugas kita sebagai pendidik adalah menuntun mereka dalam rangka menumbuhkan dan jika memungkinkan mengembangkan kekuatan ( potensi-potensi ) baik yang ada pada anak dan membiarkan atau meminimalkan potensi buruknya. Pemberian pengajaran yang bagus dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan akan berpengaruh positif terhadap tumbuh kembang potensi baik pada anak. Hal itulah yang menginspirasi saya untuk menerapkan model pembelajaran di kelas berdasarkan pemikiran KHD. 

Apa yang seharusnya saya lakukan untuk menerapkan pemikiran KHD dalam praktik pembelajaran di kelas ?. Dari pengetahuan yang saya dapatkan, yang seharusnya dilakukan adalah membuat perencanaan yang matang untuk sebuah pembelajaran yang berpusat pada murid demi keberhasilan mereka. Model pembelajaran berdiferensiasi adalah model yang dipandang representatif untuk pembelajaran yang berpusat pada murid. Apakah itu pembelajaran berdiferensiasi? Menurut Tomlinson (2000), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Hal-hal yang perlu direncanakan oleh guru adalah sebagai berikut :

1)     Menciptakan lingkungan belajar yang "mengundang" murid untuk belajar.

2)     Menentukan tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas,

3)     Melaksanakan penilaian berkelanjutan.

4)     Menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya.

5)     Memberikan kebebasan kepada murid untuk bereksplorasi.

6)     Menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid, dan

7)     Manajemen kelas yang efektif.

8)     Menciptakan hubungan kedekatan secara emosional dengan murid

Perlu diingat bahwa pola asuh KHD adalah momong, among dan ngemong. Jadi kita sebagai guru memberikan ruang eksplorasi kepada murid seluas-luasnya namun tetap dengan pengarahan dari kita sebagai guru di kelas. Dengan begitu murid akan merasakan pengalaman belajar yang bermakna. 

Semoga bermanfaat. 

Salam dan bahagia.

 

 

 

 


Rabu, 29 Desember 2021

Mengelola Taman Bacaan

 


Bersama moderator Miss.Phia, seorang pegiat literasi bernama Bambang Purwanto, S.Kom, Gr membagikan pengalamannya bagaimana mengelola sebuah taman bacaan. Untuk lebih jelasnya tentang sosok Mr. Bams, panggilan akrab untuk beliau, silahkan klik link : http://penamrbams.id/cv-bambang-purwanto/ 


Untuk mengajak masyarakat gemar membaca, salah satu cara adalah dengan mendirikan Taman Baca. Lalu, bagaimana cara mendirikan sebuah Taman Baca?. Mari kita simak catatan dari Mr. Bams berikut :
1. Niat. Niatkan untuk hal yang bermanfaat dan mulia yaitu mengajak masyarakat gemar membaca.
2. Bicarakan dengan keluarga. Satukan visi dengan anggota keluarga agar terwujud kesamaan misi, minimal dukungan dari keluarga.
3. Kumpulkan buku. Mulailah dari buku yang sudah ada di rumah.
4. Izin tetangga
5. Undang anak-anak. Ajaklah anak-anak ke rumah dan lakukan kegiatan yang anak-anak suka. Sebagai contoh, ewarnai, menggambar, atau menonton, baru dikenalkan tentang taman baca.
6. Gunakan FB, IG atau Blog. Manfaatkan media sosial untuk menyebarkan aktivitas yang dilakukan

Taman Bacaan Masyarakat ( TBM ) AS LEBAKWANGI didirikan atas inisiatif Mr. Bams sendiri, bukan bentukan dsri pemerintah. AS singkatan dari Ayah Salwa, sebutan untuk Mr. Bams. Berawal dari suka mendongeng untuk anak-anak inilah menginspirasi pendirian TBM. Pada tanggal 5 oktober 2021 lalu, TBM ini genap berusia 10 tahun. 


( TBM AS Lebakwangi dan aktivitasnya )

Taman Bacaan ini bertempat di rumah beliau dengan tipe 21 yang ditempatinya sejak 2007. Mulai digunakan sebagai TBM tahun 2011. Mula-mula koleksi buku sejumlah skitar 200 buku yang kemudian dikumpulkan lalu dipajang di teras rumah. Beliau mengajak istri dan anak serta mengajak anak-anak terdekat untuk datang ke rumah. Undangan juga biasa dilakukan dengan cara berdongeng. Buku-buku dipajang sebelum mendongeng. Anak-anak lebih tertarik dengan dongeng, namun setelah melihat buku tertata rapi di pajang, merekapun mulia tertarik.
Rumah kecil tak berpagar serta teras halaman yang menjadi tempat parkir buku-buku di sebuah rak yang tertata rapi menjadi magnet untuk mendatangkan anak-anak. Saat itu ada 20 majalah Bobo, 20 buku cerita, semua dipajang di teras rumah. Setiap hari anak-anak sekitar rumah bisa langsung melihat buku-buku sehingga semakin lama mereka tak perlu diundang bahkan ketika beliau pulang dari bekerja, di rumah sudah banyak anak-anak membaca dan bermain. Untuk lebih jelasnya, pembaca bisa searching di internet atau blog di https://lebakwangimembaca.wordpress.com/


Mr. Bams membagikan link youtube tentang bahwa membuat taman bacaan itu mudah di https://youtube.com/playlist?list=PLN43V57tx-NPOY0grJOmA1f687MwLWTH1 atau https://youtu.be/QJoYNttqE3I atau https://youtu.be/fMSLjX2EIN0
Sejak tahun 2012 TBM memiliki gedung sendiri yang beralamat di perumahan Lebakwangi Asri D4 No.18 RT 04 RW 13 Desa Lebakwangi Kecamatan Arjasari, Kab. Bandung. Mr. Bams juga menjadi ketua Forum TBM Se-Kab.Bandung 2013-2017.
Prestasi TBM Lebakwangi diantaranya adalah : 
1. Juara 1 TBM Se-Kab. Bandung, 2013
2. Juara 2 TBM Se-Jawa Barat, 2013
3. Juara 1 TBM Se-Kab. Bandung, 2014
4. Juara 1 TBM Se Jawa Barat
5. Sabilulungan Award Bupati Kab. Bandung, 2018
6. Juara 1 TBM Teladan Se Kab. Bandung

Program-programnya :
1. Senin Menggambar
2. Selasa Mewarnai
3. Rabu Nyunda
4. Kamis Membaca Nyaring
5. Jumat Membuat Puisi
6. Sabtu/ Minggu Dongeng

Selain itu ada kelas komputer dan internet. Internet tidak hanya untuk anak-anak. Sering juga ada kelas pelatihan :
1. Motivasi
2. Komputer
3. Membuat Kerajinan
4. Menulis
5. Memasak
6. Pemanfaatan Barang Bekas

Wah, kegiatannya sangat bermanfaat untuk anak-anak dan masyarakat ya... Semoga gagasan Mr. Bams yang berbuah manfaat untuk masyarakat ini menginspirasi banyak pembaca sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kreatif memanfaatkan waktu dan kesempatan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupannya. 
Pada pertemuan kelas menulis ini beliau membagi link youtube yang sangat menyentuh hati di https://youtu.be/PkLTlCHi-sc


Semoga bermanfaat. Salam Literasi !.












Sabtu, 18 Desember 2021

Blog Sebagai Sarana Pembelajaran

 


Narasumber     : Nani Kusmiyati, S.Pd. M.M, CTMP
Moderator        : Rosminiyati, S.Pd

Nani Kusmiyanti, S. Pd., M.M., CTMP lahir di Kediri 12 September 1966. Lulusan S1 Bahasa Inggris di UIA (Universitas Islam Assyafiiyah) Pondok Gede dan S2 MSDM di UPN Veteran Jakarta. Berpangkat Mayor TNI AL. Dinas pertama di Disminpersal (Dinas Personel TNI AL) selama 5 tahun, kemudian di pusdiklat Bahasa selama 8 tahun, selanjutnya berdinas di Dinas Pendidikan di TNI AL selama 20 tahun. Saat ini berdinas di lemhannas, jabatan Kasubag Kerma Multilater Luar Negeri.

Berawal dengan mengikuti pelatihan menulis bersama Om Jay gelombang 8,. mulailah beliau menyukai blog dan mulai mendapatkan manfaatnya. Sebelum pindah ditempat baru, beliau mengajar di TNI AL dan mulailah menjadikan blog sebagai sarana belajar dan mengajar. Menurut bu Nani, blog sebagai media menulis sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu terutama para akademika dan penulis. Beliau juga menambahkan, blog dapat juga digunakan oleh para pengajar/ guru sebagai sarana pembelajaran sekaligus tempat mendokumentasikan perlengkapan mengajarnya. 



Selama pandemi covid-19, beliau menggunakan blog sebagai sarana pembelajaran bahasa inggris. Beliau melatih siswa pada tingkat elementary untuk menulis di blog. Diawali dengan memberikan topik umum, siswa membaca dengan bantuan google translate, selanjutnya siswa diminta menuliskan sendiri apa yang sudah dibacanya. Jika guru menulis semua materi ajar di blog, maka dalam kurun waktu tertentu, materi tersebut dapat disusun menjadi sebuah buku pelajaran dengan tetap mencantumkan referensinya.

Secara garis besar, manfaat blog dalam pembelajaran Online di sekolah adalah :
1. Sebagai media penyimpan bahan ajar
2. Sebagai inovasi media pembelajaran online
3. Merupakan media yang aman dari virus
4. Sebagai media memberikan tugas-tugas kepada para siswa
5. Menjadikan siswa mengerti tentang blog dan kinerjanya untuk selanjutnya mereka juga bisa memanfaatkan blog sesuai peruntukannya.

Bu Nani menekankan bahwa tujuannya menulis di blog adalah bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Agar orang suka dengan blog kita, maka buatlah artikel yang banyak yang dibutuhkan orang banyak, lalu membagikan linknya kepada orang yang membutuhkan.

Blog di tangan pakar dapat menjadi apa saja yang bermanfaat, tak terkecuali sebagai media pembelajaran yang sangat menarik.
Demikian sekilas yang dapat saya tulis dari paparan seorang Nani Kusmiyanti, S. Pd., M.M., CTMP, seorang penulis yang juga seorang guru. Semoga bermanfaat.

Salam Literasi..








Koneksi Antar Materi Modul 2.1

  " Semua pen g etahuan terhubung ke semua pengetahuan lainnya. Yag menyenangkan adalah membuat koneksinya". ( Arthur Aufderheide ...